Di antara nikmat Allah yang paling besar yang
harus kita syukuri adalah nikmat Islam dan iman. Keislaman dan keimanan adalah
sebesar-besarnya jalan yang mengantarkan seseorang berbahagia hidup di dunia
terlebih lagi di akhirat. Berbeda dengan orang-orang kafir, orang yang ingkar
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam, mereka terancam dengan kekal diadzab di neraka.
***
Meraih Surga dengan Sabar
dan Syukur
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ
يَقْضِيْ بِالْحَقِّ وَالْعَدْلِ وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيْمٍ ، يُقَدِّرُ اْلأُمُوْرَ بِحِكْمَةٍ ، وَيَحْكُمُ بِالشَّرَائِعِ
لِحِكْمَةٍ وَهُوَالْحَكِيْمُ اْلعَلِيْمُ ، أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِيْنَ
وَمُنْذِرِيْنَ، وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ اْلكِتَابَ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ
فِيْمَااخْتَلَفُوْافِيْهِ ، وَلِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَيُؤْتُوْا كُلَّ
ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ مِنْ غَيْرِغُلُوٍّوَلاَتَقْصِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَمَ تَسْليمًا
Jamaah shalat Jumat yang
dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang telah memberikan kenikmatan yang tak terhingga untuk kita semua, semenjak
kita lahir sampai saat sekarang ini nikmat Allah tidak ada henti-hentinya Dia
berikan kepada kita.
Di antara nikmat Allah yang paling besar yang
harus kita syukuri adalah nikmat Islam dan iman. Keislaman dan keimanan adalah sebesar-besarnya
jalan yang mengantarkan seseorang berbahagia hidup di dunia terlebih lagi di
akhirat. Berbeda dengan orang-orang kafir, orang yang ingkar kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
terancam dengan kekal diadzab di neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ، يَهُودِيٌّ وَلَا
نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ؛ إِلَّا كَانَ
مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Allah, tidaklah seorang pun dari umat ini,
entah itu Yahudi atau Nasrani, yang mendengar tentang diriku, lalu ia mati
dalam keadaan belum beriman dengan risalahku, melainkan ia akan menjadi
penghuni neraka.”
(HR. Muslim)
Oleh karena itu kita ucapkan puji dan syukur
kepada Allah yang telah melahirkan kita dari orang tua yang muslim, sehingga
kita pun menjadi seorang muslim dan tumbuh di lingkungan orang-orang Islam. Hal
yang tidak dinikmati oleh bayi-bayi yang lahir dari orang-orang kafir sehingga
mereka tumbuh menjadi orang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
keluarga, sahabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Kaum muslimin yang
dirahmati Allah
Kehidupan ini tidak terlepas dari cobaan dan
ujian. Tidak ada seorang pun yang terlahir ke dunia tanpa mengalami ujian
sedikit pun. Seseorang yang kaya dan berharta, ia Allah uji dengan kekayaannya,
apakah ia bersyukur atau malah kufur. Seseorang yang hidup dalam keadaan
kurang, maka tidak diragukan lagi ini adalah cobaan kehidupan. Allah uji orang
tersebut apakah ia bersabar atau malah menempuh cara-cara yang Allah haramkan
demi terbebas dari kemiskinan.
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus
Rasul-Nya dari kalangan manusia agar kita sesama manusia bisa mencontoh rekam
jejak perjalanan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Siapa di antara kita yang mengalami kemiskinan? Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun pernah merasakan kemiskinan. Istri beliau, ibunda Aisyah radhiallahu
‘anha menuturkan “Dapur Rasulullah tidak pernah hidup (apinya) tiga hari
berturut-turut.” Siapa di antara kita yang menikmati kekayaan? Beliau pun
seseorang yang merasakan kekayaan, “Beliau berikan seluruh domba beliau yang
banyaknya memenuhi antara dua bukit kepada seseorang, agar orang tersebut dan
kaumnya menerima hidayah Islam.”
Siapa yang bersedih mencela takdir karena
kehilangan anggota keluarganya? Beliau kehilngan ayah beliau ketika di dalam
kandungan ibunya, ditinggal wafat ibunya ketika beliau berusia 6 tahu, kemudian
kakek dan pamannya pun wafat meninggalkan beliau. Beliau juga ditinggal wafat
dua orang istri beliau di masa hidupnya, beliau menyaksikan anak-anaknya wafat
terlebih dahulu meninggalkan beliau, namun beliau adalah hamba Allah yang
bersabar.
Namun terkadang karena kelemahan iman, sering
mendengar ada orang-orang yang mengatakan “Ah, beliau kan Nabi dan Rasul Allah
yang dibimbing oleh wahyu, jadi wajar beliau bersabar.” Kalimat ini hakikatnya
tidak patut diucapkan bagi orang-orang yang beriman kepada beliau. Buktinya ada
orang-orang yang shalih yang mereka bukan Rasul dan bukan pula Nabi, namun
mereka bersabar ketika ditimpa musibah.
Kaum muslimin, jamaah Jumat
rahimani wa rahimakumullah.
Pada kesempatan kali ini, kita akan
membawakan sebuah kisah seseorang yang memenuhi hidupnya dengan kesabaran
ketika ditimpa musibah dan bersyukur di saat lapang. Cerita ini dikisahkan oleh
Abdullah bin Muhammad dan diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam Kitab ats-Tsiqat.
Abdullah bin Muhammad menuturkan:
Suatu hari ketika aku menjaga di daerah
perbatasan Aris di wilayah Mesir, aku melihat sebuah kemah yang sempit di
padang pasir yang terik. Lalu aku pun mendekati kemah tersebut. Aku melihat ada
seorang laki-laki yang kedua tangannya buntung, kedua kakinya pun tiada,
ditambah telinga yang sudah tuli dan mata yang telah rabun. Namun aku mendengar
ia mengatakan
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ
أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَأَنْ فَضَّلْتَنِي عَلَى
كَثِيْرِ مِمَّنْ خَلَقْتَ تَفْضِيْلًا
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku danbersyukur atas
kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku atas hamba-hamba-Mu yang lain.”
Maka aku pun heran dengan apa yang ia
katakan. Lalu aku mendekatinya dan aku tanyakan “Wahai saudaraku atas nikmat
Allah yang mana engkau bersyukur?” Ia mengatakan, “Diamlah! Kalau sekiranya
Allah datangkan lautan niscaya laut tersebut akan menenggelamkanku, atau ia datang
api yang menggunung tentulah api tersebut akan membakar tubuhku, atau ia
jatuhkan langit pastilah langit itu menghancurkanku. Tapi aku akan senantiasa
bersyukur kepada-Nya.” Aku katakana, “Bersyukur atas apa?” Ia menjawab “Dia
telah menganugerhkanku lisan, yang senantiasa mengingat dan bersyukur
kepada-Nya.”
Lalu ia melanjutkan, “Saudaraku, aku memiliki
seorang anak yang biasa menyuapiku ketika akhu hendak makan dan mengantarkan
aku untuk beribadah. Namun tiga hari ini aku kehilangannya. Tolong carikan ia
untukku.” Aku pun mencarikan anaknya, ternyata sang anak diterkam oleh hewan
buas. Aku merasa bingung, kalimat apa yang akan aku sampaikan sementara
keadaannya sekarang saja sangat memprihatinkan.
Lalu aku datang kepadanya, aku buka cerita
dengan mengisahkan kisah Nabi Ayyub. Aku katakana, “Wahai saudaraku
tahukah engkau tentang Ayyub?” “Iya aku mengetahuinya.” Jawabnya. “Bukankah
Allah telah menjadikannya miskin, lalu bagaimana keadaannya?” kataku. Ia
menjawab, “Ia bersabdar.” Allah pun mewafatkan anak-anaknya, bagaimana
keadannya?” Sambungku. “Ia bersabar.” Jawabnya. Lalu Allah pun menambah
musibahnya dengan penyakit di tubuhnya, bagaimana keadaannya? Tanyaku lagi. “Ia
bersabar.” Lalu ia memotong, “Saudaraku, katakana dimana anakku! Aku sangat
lapar.” Aku katakana, “Berharaplah pahala dari Allah atas musibah yang
menimpamu, anakmu dimangsa hewan buas.” Lalu ia mengucapkan, “Alhamdullah,
segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkanku keturunan yang tidak
bermaksiat kepada-Nya sehingga ia tidak diadzab di neraka.” Lalu ia tersendak
dan wafat.
Melihat keadaan demikian, aku pun sempat
merasakan kebingungan. Bagaimana harus memandikan, mengafani, dan
menguburkannya seorang diri. Tak lama setelah itu, datanglah empat orang
penunggang kuda menghampiriku. Mereka bertanya, “Wahai saudara, apa yang
menimpamu?” Aku menjawab, “Aku bersama seseorang dan ia telah wafat.” Lalu
mereka meminta jasad yang telah kututupi itu dibukakan wajahnya, bisa jadi
mereka mengenal jasad tersebut.
Sontak ketika melihat wajah jenazah tersebut
mereka berteriak “Subhanallah!! Ini adalah mata yang senantiasa menangis karena
Allah, wajah yang tertunduk karena takut kepada Allah, dan tangan yang
senantiasa digunakan berdoa kepada Allah.” Aku pun bertanya, “Wahai saudaraku,
apakah kalian mengenalnya?” Mereka menjawab, “Engkau tidak mengenalnya?! Ia
adalah Abu Qilabah sahabat dari Abdullah bin Abbas (sepupu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam). Ia menghindar dari jabatan hakim.”
Akhirnya kami mandikan, kafankan, dan kami
kuburkan ia. Keempat penunggang kuda itu pun melanjutkan perjalanan dan aku
kembali berjaga-jaga di daerah perbatasan.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا
أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua
إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah
Kisah Abu Qilabah tidak hanya usai sampai
disitu saja. Ia adalah seorang yang bersabar dengan musibahnya dan senantiasa
bersyukur kepada Allah dengan lisannya. Lalu apa buah dari amala agungnya ini.
Abdullah bin Muhammad kembali menuturkan kisahnya:
Di malam hari aku pun bermimpi di tengah
lelapnya tidurku. Aku melihat seorang laki-laki mengenakan sutera hijau yang
indah, berjalan dengan penuh wibawa, di sebuah taman (yang dalam mimpiku)
surga. Laki-laki itu mengulang-ulang ayat
سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا
صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Keselamatan atas kesabaranmu. Maka
alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’du: 24)
Aku menghampirinya dan bertanya, “Wahai
saudaraku, bukankah Anda adalah orang yang kemarin kami makamkan?” “Iya”
Jawabnya. “Apa yang membuatmu mencapai derajat yang mulia ini?” Tanyaku lagi.
Ia menjawab, “Sesungguhnya di surga itu ada sebauh derajat, yang tidak akan
diperoleh kecuali dengan bersabar ketika ditimpa musibah dan bersyukur di kala
lapang.”
Demikianlah buah kesabaran, seseorang
mencapai derajat yang tinggi lagi mulia di dunia dan akhirat. Bisa jadi di
dunia orang yang sabar itu terlihat hina di mata orang lain, namun ia tetap
mulia di sisi Allah dalam kehidupan dunianya. Jangan sampai kita bersyukur
kepada Allah tatkala lapang dan mencela serta protes tatkala ditimpakan
kesempitan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَأَمَّا اْلإِنسَانُ إِذَا
مَاابْتَلاَهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ {15}
وَأَمَّآ إِذَا مَاابْتَلاَهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي
أَهَانَنِ {16
“Adapun manusia apabila Tuhannya
mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan
berkata: “Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (QS. Al-Fajr:
15-16)
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala agar menjadikan kita hamba yang senantiasa bersyukur kepadanya di
kala lapang dan bersabar saat mendapatkan kesempitan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ. حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي
الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ
اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ
دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمِينَ.
0 komentar:
Posting Komentar